Masih ingat dengan Nenek Julaeha yang hidup sebatang kara dan memakan dedaunan karena lapar?
Kisah warga asli Bondowoso, Jawa Timur yang menetap di Kabupaten Buton, Selawesi Tenggara ini begitu viral.
Kini keadaan Nenek Julaeha mulai membaik setelah gubuk tuanya dibedah menjadi sebuah rumah semi permanen yang layak huni.
Senyum sumringah terlihat di raut wajah Nenek Julaeha ketika Kapolres Buton AKBP Andi Herman meresmikan rumah baru Julaeha.
Rumah itu berada di Desa Siotapina, Kecamatan Ambuau, Kabupaten Buton.
“Nenek senang sekali, enak sudah, Nak. Rumah yang dulu bocor-bocor, tapi sekarang sudah bagus, dan memasak sudah makai kompor, kalau dulu dari kayu,” kata Nenek Julaeha saat ditemui di rumahnya, Senin (15/1/2018).
Sebelumnya rumah Julaeha hanya seluas 2x3 meter.
Kini, setelah dibedah, rumahnya menjadi seluas 4x3 meter dengan satu kamar tidur, ruang tamu, ruang dapur dan kamar mandi.
Selain itu, Nenek Julaeha juga mendapatkan tempat tidur yang layak dan juga mendapat satu unit televisi dengan ukuran kecil.
Ia juga menerima bantuan sembako dari Polres Buton.
Polres Buton melakukan bedah rumah Nenek Julaeha bersama para komunitas sosial dari Kabupaten Buton.
“Nenek sangat berterima kasih. Ini sudah banyak, apalagi nenek hanya tinggal sendiri,” ujar Nenek Julaeha.
Di tempat yang sama, Kapolres Buton AKBP Andi Herman mengatakan, Polres Buton bersama komunitas sosial dan masyarakat membedah rumah nenek Julaeha secara bersama-sama.
“Kegiatan ini sudah berlangsung sekitar satu minggu, dan hari ini kita serah terima kepada Nenek Julaeha,” ucap Andi Herman.
Ia menambahkan, pembangunan rumah tersebut merupakan hasil sumbangan dari masyarakat dan berbagai komunitas sosial serta Polres Buton.
“Bahkan tukangnya yang mengerjakan rumah Nenek Julaeha ini juga tidak mau dibayar. Mereka ikhlas untuk mendirikan rumah ini,” tuturnya.
Sebelumnya, Nenek Julaeha hidup sebatang kara.
Demi bertahan hidup, ia harus menahan lapar bahkan sampai memakan dedaunan.
Nenek Julaeha berasal dari Desa Sumber Suko, Kecamatan Curahdami, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Ia ikut tetangganya ke Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, ketika tetangga mengikuti program transmigrasi pada tahun 1992.
Seiring dengan waktu, tetangganya kembali ke daerah asalnya dan meninggal.
Lalu Nenek Julaeha menjadi seorang diri di Kabupaten Buton.
Untuk bertahan, ia berusaha mencari pekerjaan serabutan.
Kini, umurnya sudah semakin tua, dan badannya sudah mulai sakit-sakitan, sehingga ia hanya pasrah dan terbaring di dalam gubuk miliknya yang sudah reyot di Desa Siotapina, Kecamatan Ambuau, Kabupaten Buton.