www.gelora.co - Dosen Filsafat Universitas Indonesia Rocky Gerung mengaku tak ingin memperdebatkan pelaporan ke polisi atas pernyataan kitab suci fiksi. Rocky dilaporkan ke polisi Rabu (11/4), sehari setelah menjadi narasumber di salah satu stasiun televisi. Dalam program tersebut Rocky memaparkan soal definisi fiksi pada kitab suci.
"Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, maka kitab suci itu adalah fiksi," demikian penggalan ucapan dia dalam program televisi Indonesia Lawyers Club yang disiarkan langsung TV One, Selasa (10/4) malam.
Kepada CNNIndonesia.com, Rocky menyatakan maksud dia menyinggung kitab suci sebagai fiksi bukan untuk menistakan agama. Itupun ditegaskan dirinya dengan tak menyebutkan nama kitab suci secara tegas dalam program televisi tersebut.
Fiksi yang dimaksud Rocky bersifat imajinasi, dan bersifat positif menurutnya. Sementara yang memiliki makna negatif bagi Rocky adalah fiktif yang memiliki arti kebohongan dan kacau.
"Saya bilang fiksi, saya tidak bilang khayalan bahkan saya gunakan kata imajinasi, jadi fiksi itu menyimpulkan imajinasi. Jadi sifatnya imajinasi," ujarnya dalam perbincangan telepon dengan CNNIndonesia.com, Kamis (12/4) malam.
Rocky menegaskan dirinya telah menjelaskan mendetail mengenai hal tersebut dalam program televisi.
Atas pernyataan kitab suci fiksi itu, Rocky dilaporkan Ketua Cyber Indonesia Permadi Arya didampingi Sekjennya, Jack Boyd Lapian ke Polda Metro Jaya, Rabu (11/4). Dalam laporan tersebut, Permadi mengutip definisi fiksi dan kitab suci berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Menanggapi itu, Rocky menegaskan pengertian fiksi yang ia maksudkan itu tak menggunakan pengertian yang dipaparkan dalam KBBI. Pengertian fiksi yang diucapkannya itu merupakan hasil dialektika pemikirannya.
"Saya enggak pakai KBBI. Sebelum saya mengucapkan kitab suci itu fiksi, sebelum kalimat itu saya ucapkan, saya ucapkan dulu apa yang saya maksud dengan fiksi. Saya pakai keterangan berdasarkan definisi yang saya buat, saya bilang fiksi itu beda dengan fiktif. Dari awal saya sudah kasih tahu beda, kalau ada yang bilang sama, ya silakan bilang itu sama. Tapi, saya anggap itu beda, jadi silakan pakai definisi saya," tegas pria yang mengajarkan filsafat politik di Fakultas Ilmu Budaya UI tersebut.
Rocky menyatakan sebelum pengucapan kalimat yang kemudian dipersoalkan itu dirinya sudah melakukan batasan, analisa, hingga dalilnya.
"Kan urutannya jelas, saya terangkan dulu apa yang dimaksud dengan fiksi oleh karena itu saya berani mengatakan kitab suci itu fiksi di dalam pengertian tadi yaitu menimbulkan imajinasi," tuturnya.
Rocky menjelaskan salah satu contoh imajinasi yang dimaksudnya adalah bayangan seseorang akan wujud neraka atau surga saat membaca kita suci.
"Kan di dalam baca kita suci kita bayangin neraka itu api besar, surga itu taman bunga ya itu buat kita yang ada sekarang yang mengerti itu," jelas dia. "Imajinasi itu fakultas dalam pikiran manusia diberikan agar kita bisa berpikir melebihi kenyataan, di bidang sastra itu berlaku, di dalam doa itu berlaku. Apa yang salah," sambung Rocky.
Hadir sebagai Narasumber yang Diundang
Pria yang juga mengajar metodologi di FIB UI itu menegaskan dirinya berada di dalam program televisi tersebut sebagai narasumber yang dimintakan hadir memberikan pendapat.
"Kalau saya disebut saya menghina, berarti saya mengumpulkan banyak orang untuk mendengarkan hinaan. Itu saya diundang di situ untuk menerangkan apa itu bedanya fiksi dan fiktif," ujar Rocky. "Lain kalau saya misalnya memang ingin menghina lalu kumpulin orang, 'dengerin ya saya mau ngomong gini-gini konferensi pers'. Itu artinya inisiatif saya. Saya tidak berinisiatif, saya kan narasumber untuk menerangkan sesuatu karena diminta."
Atas dasar itu, Rocky menilai orang yang melaporkan dirinya ke polisi itu keliru karena dia berada di sana dan berbicara karena undangan. Selain itu, Rocky pun menyindir pelapor dirinya ke polisi memiliki kedangkalan ilmu akan dunia literasi, bahkan tidak pernah membaca buku sastra.
"Apa untungnya berdebat dengan orang yang tidak mengerti fungsi bahasa, enggak pernah baca sastra, enggak pernah ngalamin keindahan dalam imajinasi. Itu repot. Jadi biar saja dilaporkan ke polisi, supaya polisi juga bisa bedakan nanti apa ini orang masuk akal atau akalnya di luar gitu, di luar artinya enggak ada di kepala," ujar Rocky.
Peyorasi Istilah Fiksi
Rocky mengatakan dirinya menyinggung kitab suci dalam program tersebut karena ingin menerangkan arti fiksi. Rocky sendiri menilai fiksi telah mengalami peyorasi akibat ulah politisi. Adapun ulah politisi yang dimaksudkan adalah akibat ramainya perdebatan Indonesia Bubar 2030 yang ternyata adalah isi dalam novel fiksi berjudul Ghost Fleet: Novel of the Next World War.
Ia mengakui di dalam kitab suci setiap agama ada yang faktual yakni kisah sejarah. Namun, dalam kitab suci pun ada pemaparan soal masa depan yang belum terjadi saat ini.
"Ada jejak arkeologis dari kitab suci, tetapi kitab suci itu intinya adalah yang di depan, ekstakologi. Saya bilang, 'apa yg umat harapkan di depan, itu statusnya itu fiksional'..., tetapi [bagi] orang seperti pelapor fiksi artinya buruk dong," kata dia.
Rocky menegaskan Tuhan memberikan fiksi kepada manusia agar bisa berimajinasi. Sementara, ketika orang menyebutkan fiksi sebagai hal buruk itu disebutnya menjadi indikator buruk tingkat literasi.
Saat menjadi narasumber dalam sebuah program televisi, Selasa (10/4), Rocky menyebut kitab suci sebagai fiksi. Dalam penjelasan selanjutnya, ia mengaku ingin meluruskan makna fiksi yang dinilai menjadi peyorasi akibat ulah politisi. Rocky pun meminta fiksi dibedakan dengan 'fiktif'.
Dalam KBBI, ada tiga definisi untuk fiksi: cerita rekaan (roman, novel, dan sebagainya); rekaan, khayalan, tidak berdasarkan kenyataan; pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau pikiran. Sementara fiktif didefinisikan: bersifat fiksi, hanya terdapat dalam khayalan.
Akibat pernyataannya tersebut, Rocky pun dilaporkan ke polisi dengan dugaan menyebarkan informasi bermotif SARA untuk menimbulkan rasa kebencian. Dalam laporan itu Rocky dijerat ancaman pelanggaran Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. [cnn]