Revliando Abdilah, Bitung
SALAH satu kios di seputaran pasar Winenet Aertembaga itu tampak ramai. Maklum, di depannya ada tempat gunting rambut. Di kios dengan ukuran sekira 6x10 meter persegi itu, ada juga kompresor penuh bercak oli.
Dinding tripleks yang menjadi pembatas tampak sedikit usang. Itulah penampakan tempat tinggal rumah orang tua Abdul Malik.
Diketahui, keluarga Ai sapaan akrab Abdul Malik, hidup dalam kondisi ekonomi lemah. Ayahnya Sultan Jufri berprofesi tukang gunting rambut. Terkadang juga tukang tambal ban.
Sementara ibunya, Muliati Lagga, ibu rumah tangga (IRT) dan seringkali berjualan makanan. Keduanya menghidupi 11 anak yang masih kecil. Abdul Malik adalah anak sulung mereka.
Ketika masuk di dalam kios sederhana ini, akan langsung berada di ruang tengah, berukuran sekira 4x6 meter. Di sini juga dijadikan ruang tidur, dapur, dan ruang makan. Di bagian belakang, ada tempat cuci piring dan toilet. Sementara di lantai dua, ada kamar tidur kecil sederhana.
Kemarin di kios itu hanya ada nenek Abdul Malik, Hasia Dulla (76) dan beberapa adiknya masih kecil yang bermain di depan kios berbatasan dengan Pasar Winenet. Menurut nenek Hasiah, kedua orang tua Ai, sementara di Jakarta untuk ikut mendampingi perjuangan putranya itu.
"Ayah dan ibunya sudah berada di Jakarta. Sejak tanggal 20-an kemarin, mereka berangkat menyusul Ai," katanya. Dia menyatakan sangat bangga atas prestasi yang didapat cucunya.
"Senang dan bahagia karena cucu saya berprestasi. Harapan ke depan, harus terus dipertahankan prestasinya," ungkapnya.
Pria asli Kota Cakalang itu memang hidup dalam keluarga pesilat. Bakatnya turun dari kedua keluarga besarnya. Hal ini dikisahkan Sersan Mayor Dansi Provos Mahmud Lagga, pamannya. Pria paruh baya yang bertugas sebagai anggota TNI Secata Rindam 13 Merdeka ini menceritakan, bagaimana perjuangan Ai dalam meniti karir.
"Jadi memang Ai mengalir darah silat. Dari opa tuanya. Sejak kecil dia sudah belajar silat dan mendarah daging. Mulai silat tradisional, dikembangkan menjadi silat tanding. Adik-adiknya juga sedang belajar silat. Bahkan ada yang masih 9 tahun sudah berprestasi," jelasnya.
Menitikkan air mata haru, dia cerita Ai memang punya motivasi meningkatkan derajat keluarganya. "Motivasi anak ini saya salut. Sebab berusaha untuk mengangkat derajat orang tuanya dengan berbagai rintangan ekonomi yang agak kurang. Tapi saya sangat bangga, dia tidak pantang menyerah, terus berlatih untuk mendapatkan prestasi. Saya juga selalu mengingatkannya tentang harus berusaha," katanya usai mengantar adik-adik Ai bermain di pantai.
"Kami keluarga saling menopang untuk dia agar tetap semangat walau seringkali tidak sesuai dengan yang dia inginkan. Namun dia tidak putus asa dan pantang menyerah," jelasnya.
Nenek Ai berharap, ada perhatian lebih bagi atlet berprestasi. Terlebih yang sudah membawa nama harum daerah dan negara. "Harapan dari kami keluarga, pemerintah lebih memperhatikan lagi atlet berprestasi. Sehingga ke depan atlet muda termotivasi berprestasi," ungkapnya.
Bakat Ai sudah tampak sejak kecil. Bahkan berbagai prestasi telah diraihnya, baik nasional pun internasional. Ini disampaikan H Bumi Mustamin, Sekretaris Perguruan Silat Nasional (Persinas) Sulut.
"Jadi memang ada beberapa pelatih yang didik. Juga didikan dari bapaknya yang adalah pesilat dan pelatih. Bapaknya yang latih dari awal. Sebab keluarga pesilat," ungkapnya. Juga, tambahnya, sudah berkembang dari kecil, dengan meraih berbagai juara.
Diantaranya juara O2SN, baik SD dan SMP. Baru masuk SMA 3 Tondano dan masuk PPLP Tondano. Sekarang Ai tercatat salah satu mahasiswa Unima, berkat beasiswa dari pemerintah.
Ai juga sempat masuk PPLM. Karirnya di situ cemerlang dan ikut kejuaraan antar mahasiswa se-Asia serta merebut medali emas. “Maka masuk penjaringan untuk Asian Games,” tandasnya.[jpnn]