Hendropriyono dan LBP bicara “ngorba” soal ideologi. Pancasila berhadapan dgn khilafah, kata Hendropriyono. Ada yg hendak mengganti Pancasila, kata LBP. Pada kurun yg sama, dalam tiap kampanye terbukanya, Jokowi selalu menyinggung soal fitnah dan tuduhan kepada dirinya sebagai PKI, akan menghapus adzan, melegalkan LGBT, dll.
Tampak bahwa ketiganya berada dalam satu ikatan: mengusung hal yg sama. Dihubungkan dengan debat ke-4 besok (30/3/19) yang temanya menyangkut ideologi, hubungan internasional, dan keamanan, menjadi logis jika apa yang mereka lakukan merupakan pengkondisian jelang debat. Sedang dibangun kode semiotis bahwa lawan debat adalah representasi dari kelompok yang hendak mengganti ideologi itu.
Cara demikian dianggap penting sebab tema debat besok, di atas kertas merupakan ranah “milik prabowo”. Jadi, Prabowo harus “diganggu” sejak sebelum naik panggung. Konsentrasinya harus dipecah.
Di sisi lain, cara pandang publik juga harus diganggu, agar apapun yang dikatakan dan tampak secara visual dari Prabowo di panggung menjadi salah dan menyebalkan. Cara melihat lebih sering identik dengan cara berpikir. Apa yang dilihat sesungguhnya merupakan apa yang dipikirkan (Berger).
Di panggung besok, hemat saya, Jokowi juga akan mengirim “pesan gestural” yang mengganggu sedemikian. Prabowo akan dipancing untuk keluar dari “pertahanan emosinya”. Salah satu cara jitu untuk melumpuhkan lawan adalah dengan membuatnya marah.
Apakah Prabowo akan terbawa masuk ke dalam permainan itu, kita lihat besok. Bagi Prabowo, situasi panas tentang ideologi jelang debat besok itu, justeru bisa menjadi peluang untuk menunjukkan kualitas dirinya sebagai pemimpin. Kita tahu, cara lain menghancurkan lawan adalah dengan menggoda untuk “menguras” seluruh kemampuannya sebelum melakukan serangan balik.
Jika Prabowo meyakini bahwa lawan debat tidak memiliki kapasitas untuk menjelaskan soal ideologi, misalnya, Prabowo pasti tahu cara “membuka baju” lawannya sehingga tampak tubuh aslinya. Dari tubuh, semua tanda akan tampak. Siapa berbohong, tak paham masalah, salah tingkah, marah, dll tidak pernah tidak terekam dari gerak tubuh, sekecil apapun.
Kita lihat besok.
Salam
*) Penulis adalah Pakar Semiotika, Staf Pengajar ITB