Politikus asal Nusa Tenggara Barat itu mengatakan, sepertinya ada yang saling intip di media sosial. Kemudian, berujung saling lapor.
“Saya ngeri melihat orang salah posting atau khilaf pada dipanggil polisi dan masuk bui, lalu dibuat jera hanya karena mereka kritik pemerintah. Sementara sebagian yg mendukung pemerintah tidak diproses. Sebagian itu karena di media sosial ada yg saling intip. Saling lapor,” kata Fahri di akun Twitter-nya, Sabtu (8/6).
Mantan wasekjen PKS itu mengatakan khawatir dengan masa depan kebebasan.
“Ketika media sosial tidak lagi bisa menjadi ruang publik yang membebaskan kita dari pengapnya belenggu kekuasaan. Kita perlu ruang untuk sumpah serapah yang jujur dan apa adanya. Untuk yg ini bahkan saya tidak mau blok,” ujarnya.
Dia mempertanyakan masa masyarakat pembayar pajak tidak boleh sekadar ngoceh di media sosial.
“Marahlah, bahkan kalau kemarahan dan sumpah serapah caci maki itu jujur saya ingin memberi hadiah. Agar rakyat pembayar pajak itu punya ruang menuntut,” cuit Fahri.
Dia mengaku tidak mau marah kepada rakyat yang mengkritiknya. Bahkan, Fahri mengaku sering mengumpulkan haters untuk bertemu.
“Saya tak mau marah kepada yang memaki saya, apalagi sekedar kritik, apalagi yg jujur dan punya data. Biarkanlah, saya bahkan sering mengumpulkan #haters untuk bertemu meski biasanya yg bertemu menjadi melunak. Karena kejujuran dan kritik itu penting. Mahal dan harus dihargai,” tambahnya.[psid]