Hobi, Talenta dan Hak Anak
DALAM pidatonya yang bertajuk Visi Indonesia pada medio bulan ini, Presiden Jokowi memberikan penekanan pada unsur sumber daya manusia (SDM). Pemetaan, pembinaan, dan penyebaran talenta menjadi rangkaian program untuk merealisasikan SDM Indonesia yang lebih berbobot dan bermanfaat.
Berbicara mengenai talenta, ini sebetulnya bukan hanya ranah kajian dan praktik ilmuwan psikologi. Mengidentifikasi talenta perlu dilakukan sejak usia belia, bahkan sejak masa kanak-kanak. Untuk keperluan itu, tidak mutlak harus dilakukan melalui tes psikologi saja. Orangtua atau keluarga pun sesungguhnya mampu untuk mendeteksi kemudian mengasah talenta generasi muda. Pendekatan paling sederhana ialah dengan mengamati minat kuat atau hobi anak. Ya, hobi anak. Penemuan hobi anak sebetulnya juga merupakan bagian dari pemenuhan hak anak untuk bisa berkembang secara lebih optimal di masa depan.
Melakukan sesuatu yang amat disukai, yaitu hobi, akan menderaskan produksi hormon endorfin. Endorfin memperkuat imunitas dalam tubuh dan membuat sehat serta awet muda. Itu pelajaran berharga yang pernah saya peroleh dari seorang aktivis perlindungan anak saat berbagi kisah tentang perjalanan para pekerja kemanusiaan di dalam melayani para korban, teristimewa anak-anak, di wilayah bencana.
Kemudian, saya juga menemukan penguatan pendapat tersebut saat membaca riwayat para pemimpin maupun tokoh-tokoh dunia tentang hobi mereka masing-masing. Dengan tetap memiliki hobi, seseorang ternyata mampu melakukan pekerjaannya secara lebih efektif dan optimal.
Sebagai contoh Presiden John Quincy Adams, misalnya. Dia memiliki hobi berenang. Kebiasaannya, bangun pukul 05.00 pagi lalu terjun ke sungai, yang konon, maaf, kadang-kadang meski tanpa sehelai benang pun.
Andrew Jackson, Presiden Amerika Serikat berikutnya. Konon dikatakan ia gemar sekali mengadu ayam jago. Richard Nixon gemar sekali bermain boling. Sementara itu, Bill Clinton pencinta saksofon sekaligus maniak jaz.
Lalu George W Bush senang sekali berlama-lama melukis. Barrack Obama, dari tubuh atletisnya, tampak sekali suka berolahraga, terutama bola basket.
Saat ini Gedung Putih dikuasai Donald Trump. Alkisah, sejak awal ia meminta agar jumlah rapat dikurangi. Sebaliknya, ia ingin executive time dibuat lebih lama. Apa itu executive time? Waktu khusus untuk menonton berita dan bertwit ria. Tak jelas bagi Trump, apakah executive time ialah hobi atau konsekuensi jabatan.
Hobi yang dimiliki seseorang bisa mendatangkan keasyikan dan kesenangan luar biasa dan ini mampu menjadi penyeimbang, bahkan penguat untuk melakukan tugas-tugas utamanya secara lebih optimal.
Bagaimana dengan tokoh dari negara-negara yang lain?
Pangeran Charles disebut-sebut sebagai penggemar olahraga polo. Tokoh lain yang juga pencinta olahraga, Vladimir Putin, sepertinya tampak seolah-olah bagai penikmat rasa sakit. Itu sebabnya dia sering berlatih sambo, judo, dan hoki es. Semuanya olahraga keras, benturan badan merupakan konsekuensinya. Namun, jangan salah, Putin pun penikmat musik.
Kim Jong-un yang angker itu ternyata juga penyuka plesir. Dia pula yang mengaktifkan kembali Pleasure Troupe, yakni sekelompok perempuan jelita dengan banyak kebisaan yang memeriahkan hidup sang Pemimpin Korea Utara itu setiap kali bepergian. Mungkin semacam dayang-dayang zaman old, begitu.
Rodrigo Duterte, yang sering dijuluki sebagai the Punisher dan Dirty Harry dari Davao, mengoleksi mainan. Favorit Duterte ialah replika tokoh-tokoh pahlawan super seperti di film-film fiksi Hollywood.
Fidel Castro dulu diketahui punya hobi menangkap ikan. Nicolas Sarkozy senang sekali mengumpulkan prangko. Hobi filateli Sarkozy bahkan didukung banyak kepala negara dengan sering mengirimkan prangko-prangko asal negara mereka masing-masing ke mantan Presiden Perancis itu.
Berbicara tentang hobi, ada cerita unik tentang the Iron Lady, Margaret Thatcher. Larry King, pembawa acara bincang-bincang di CNN, menganggap mantan Perdana Menteri Inggris itu memiliki darah daging politik. Karena itulah, pada sebuah wawancara, King mengemas pertanyaannya ke dalam kalimat, "Anda punya hobi? Selain politik, tentunya."
Thatcher seakan-akan tak percaya apa yang ia dengar sehingga ia bertanya balik pada King, "Hobi saya?" Tertegun sejenak, lalu Thatcher menjawab, "Saya sebetulnya tidak punya banyak waktu untuk santai. Tapi saya suka sekali ke galeri, teater, dan museum."
Pemimpin Indonesia juga diketahui memiliki beragam kesenangan atau hobi. Bung Karno, misalnya, selaku presiden Indonesia yang riwayat hidupnya paling banyak ditulis orang, gemar sekali membaca, menonton wayang, dan berdansa. Menggenapi hobi membaca, Bung Karno juga piawai melukis, menulis, dan menemukan kegairahan luar biasa saat menyampaikan pemikiran beliau di tengah lautan massa, dan yang tak boleh dilupakan, beliau pun sangat menyukai keindahan.
Membaca tampaknya juga merupakan kesenangan Pak Harto memanfaatkan waktu. Keasyikannya yang lain ialah memancing dan menikmati suasana peternakan. Kesannya, hobi Pak Harto sangat Indonesia banget: petani, nelayan, peternak. Visualisasinya mengingatkan kita pada lirik lagu-lagu nasional, seperti Rayuan Pulau Kelapa dan Tanah Airku.
Berganti masa, datang Pak Habibie. Kesenangan beliau ternyata serupa dengan pendahulunya, yakni membaca. Ditambah menulis dan juga berenang. Konon, meski postur tubuh beliau mungil, Pak Habibie termasuk penggemar motor gede.
Tampuk kepemimpinan berpindah ke Bu Mega. Selain menari, kabar burung mengatakan, Bu Mega juga suka sekali bercocok tanam di kebun.
Selanjutnya Gus Dur. Beliau memang memiliki keterbatasan fisik. Namun, dari pemikiran dan lontaran kata-kata beliau, kentara betul bahwa Gus Dur ialah pengunyah aksara. Isi bacaan beliau serbaneka. Gubahan musik klasik dari Beethoven dan sejumlah komposer lainnya juga masuk dalam music list langganan presiden pertama Indonesia pascareformasi itu.
Bukan hanya penikmat musik, Pak SBY juga pencipta lagu. Sekian banyak album rekaman sudah dihasilkannya. Seberapa jauh lagu-lagu karya Pak SBY laris di pasar dan menapaki tangga lagu radio, tak usah terlalu dipusingkan. Menurut beliau, musikus sejati tidak ambil pusing pada sisi komersial dari sebuah karya. Asalkan sang pengarang lagu yakin bahwa kreasinya merupakan magnum opus, itu sudah sangat cukup.
Terakhir ialah Pak Jokowi. Selama ini ada beberapa kesenangan Presiden Jokowi yang paling diingat khalayak, yaitu mendengar musik metal dan memelihara kodok. Di kemudian hari, Pak Jokowi terkesan memiliki hobi-hobi baru, yaitu berkisah tentang film dan gim komputer. Dulu sekali beliau ceritakan ke nyamuk pers tentang membaca sebagai hobinya. Membaca komik, tepatnya.
Bebas, autentik, signifikan
Yang namanya hobi, suatu aktivitas yang menyenangkan, tentu merupakan selera subjektif manusia. Dipilih secara bebas, autentik dan tidak bisa dipaksakan. Bahkan lebih mendasar lagi, hobi ialah something one can't live without.
Ternyata hobi juga bukan sebatas mendatangkan kesenangan di hati belaka. Bertumpuk penelitian menyimpulkan bahwa penyaluran hobi ternyata juga mampu meningkatkan kecerdasan berpikir dan membangun keterampilan sosial serta meningkatkan kematangan kepribadian. Ini sangat seirama dengan pemenuhan hak anak untuk bisa tumbuh dan berkembang secara optimal. Ilmuwan seperti DeLoache, Simcock, dan Macari (2007) juga menarik kesimpulan yang tak boleh dilupakan. Mereka mengatakan dengan tegas bahwa individu yang sudah memperlihatkan ketertarikan kuat atau hobi tertentu sejak belia, besar kemungkinan akan menjadikannya sebagai penyeimbang dan penguat yang serius kelak setelah dewasa dalam menjalankan tugas-tugas utamanya. Bahkan, arah hidup anak sering ternyata juga sudah mulai terbaca dari hobi 'fanatik'-nya sedari kecil.
Maka dai itu, penting sekali menemukan dan menghargai hobi anak sejak dini.
Mari kita baca ulang kata-kata kunci Presiden Jokowi tentang Visi Indonesia, 'pengembangan sumber daya manusia' dan 'talenta'. Selaku pegiat anak, di Hari Anak Nasional ini, saya ingin melengkapinya dengan satu kata tambahan, yakni 'hobi'. Mari temukan, hargai, dan kembangkan hobi anak-anak kita mulai dari sekarang! Maka kelak akan jadi penyeimbang serta penguat atas jargon Presiden Jokowi yang terkenal selama ini, 'kerja, kerja, kerja'.
Selamat Hari Anak Nasional! ***