Pemerintah Indonesia secara sepihak mengusir relawan asing yang mencoba membantu korban gempa di Sulawesi. Sejumlah LSM internasional mengungkapkan rasa heran atas kebijakan yang "tidak lazim" di saat situasi bencana.
Niat menolong malah berujung pengusiran. Pengalaman tak sedap ini dialami relawan asing di kawasan bencana di Sulawesi Tengah saat berusaha membantu korban gempa bumi dan tsunami Palu yang hingga kini sudah mencatat lebih dari 2.000 korban jiwa, 5.000 orang hilang dan sekitar 200.000 penduduk yang kehilangan tempat tinggal.
Pasalnya pemerintah Indonesia telah menyatakan tidak membutuhkan bantuan relawan asing, meski membuka keran bantuan internasional hanya sepekan sebelumnya. Sontak kebijakan ini membuat kecewa tim SAR dan tenaga kemanusiaan luar negeri yang telah datang ke Indonesia.
Ahmed Bham yang bekerja untuk LSM Afrika Selatan, Gift of the Givers, mengaku pihaknya mendapat kabar Indonesia melarang anggota Urban Search and Rescue Team (USAR) mengangkut jenazah kornam. Dia diberitahu "semua anggota tim USAR harus kembali ke negaranya masing-masing. Mereka tidak dibutuhkan di Indonesia," kisah Ahmed.
Namun relawan yang dikirimkan ke Indonesia bukan tanpa kualifikasi. "Kami memiliki tim SAR yang sangat berpengalaman dengan peralatan khusus. Saya ingin menggunakannya," ujarnya kepada AFP di Palu. USAR yang beranggotakan 27 orang tiba dari Johannesburg tiga hari silam." Banyak hari terbuang. Padahal kami bisa membantu dan menggunakan kemampuan atau skill kami," kata dia lagi.
Pengusiran bagi relawan asing diumumkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana pada Selasa (9/10). Menurut BNPB, LSM asing hanya bisa terjun ke lapangan dengan dampingan ormas lokal, harus mendaftarkan diri ke kementerian terkait dan diminta memulangkan relawannya yang telah berada di lokasi bencana.
Selain itu BNPB juga akan mengawasi semua aktivitas relawan asing di Sulawesi. "Relawan asing diatur, tidak bisa nyelonong seenaknya ke mana-mana. Karena beda kultur, bahasa, dan lainnya. Hal itu biasa terjadi, diatur di semua negara," kata Jurubicara BNPB Sutopo Purwo Nugroho kepada Kompas. "Presiden sudah mengatakan kita tidak lagi membutuhkan bantuan asing, tapi mereka tetap datang."
Namun berbeda dengan klaim Sutopo, Ahmed Bahm menilai kebijakan tersebut justru tidak lazim di negara lain. "Kami tidak pernah mengalami perlakuan seperti ini dalam sebuah bencana besar," imbuhnya. Hal serupa diungkapkan Direktur World Vision Australia, Tim Costello. Kepada stasiun televisi ABC dia menilai adalah hal "aneh jika wartawan asing bisa bergerak bebas. Inilah yang sangat aneh."
Sebab itu LSM asing menilai perintah pengusiran tersebut bernilai politis, lantaran Pemilihan Umum yang mendekat. "Faktanya adalah mereka harus mengeluarkan pernyataan bahwa relawan asing harus dipulangkan," kata Costello lagi.
Dia mengklaim mendapat kabar pengusiran dengan dalih bantuan telah mencapai korban, sehingga kehadiran relawan asing tidak lagi dibutuhkan. "Tapi semuanya bergeming. Buat kami yang terbiasa dengan krisis seperti ini, (penyaluran bantuan) terlalu lambat," imbuhnya lagi
(dw)