Amien Rais dan Wacana Oposisi
POLITISI senior, mantan Ketua MPR, dan yang kini menjabat Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais, mendorong kehadiran oposisi pascapenetapan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Dalam memahami pernyataan Amien Rais tak bisa tunggal tetapi harus dikaitkan dengan dinamika yang terjadi sehingga tidak mudah kaget dan/atau heran. Termasuk wacana oposisi. Amien Rais menggunakan wacana oposisi dalam tiga level: ideal, kenyataan di PAN, dan dinamika di Partai Gerindra.
Pada level ideal, Amien Rais sangat piawai dalam menarasikan wacana pentingnya oposisi dalam demokrasi. Bahkan faktanya beliau nyaris selalu jadi oposan dalam era manapun di Indonesia. Baik Orde Lama, Orde Baru, hingga pascareformasi. Jadi, Amien Rais adalah pakar dalam hal ini.
Tapi beliau juga harus menghadapi realitas dalam partainya, PAN. Di mana, sebagian di internal partai justru ingin bergabung dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin. Meskipun, keinginan itu juga harus menghadapi hadangan dari koalisi pasangan pemenang Pemilu Presiden dan Wapres (Pilpres) 2019. Amien Rais juga harus menghadapi Prabowo Subianto dan Partai Gerindra yang belum firm akan jadi oposisi. Sikap yang berbeda dengan PKS.
Itu sebabnya kita tak bisa menganggap AR sudah berubah menjadi lebih jinak atau melunak. Sebaliknya, menurut informasi dari PAN, Amien Rais menyatakan 'terpaksa' memberi waktu lima tahun kepada Presiden Jokowi mengelola amanat rakyat sebagai Presiden RI.
Memelihara api oposisi memang penting dalam demokrasi. Tetapi juga penting untuk mengetahui oposisi seperti apa yang akan dikembangkan. Oposisi yang efektif atau di sisi lainnya adalah oposisi waton suloyo.
Oposisi efektif memakai landasan platform politik dan dieksekusi melalui wacana dan tindakan yang konsisten. Sedangkan di sisi lain adalah oposisi yang menerapkan prinsip asal beda, asal bukan, atau narasi senada lain untuk menolak apapun keputusan pemerintah. ***